Kamis, 27 Mei 2010

makalah sosiologi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kiranya tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa problem-problem yang tercakup dalam pembahasan mengenai perkembangan individu itu adalah sangat luas dan kompleks. Namun untuk memudahkan persoalan, hal-hal tersebut dapat kita sederhanakan. Maka problematika yang menyangkut perkembangan individu itu dapat kita golongkan kedalam tiga bagian :

1. Kita harus tahu tentang hakekat dari perkembangan.

2. Mengenai persoalan tentang hal-hal yang mendasari terjadinya perkembangan.

3. Mengenai kehidupan individu secara psikologis selama masa perkembangan.

B. Rumusan Masalah

Adapun makalah tentang perkembangan individu mencakup beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sifat-sifat individu pada masa-masa tertentu dalam perkembangan tersebut?

2. Mengapa kita harus mengetahui perkembangan individu ?

C. Sistematika Penulisan

Karya tulis ini terdiri dari tiga bab dengan sistematika penulisan sebagaim berikut :

BAB I : Pendahuluan, yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II : Pembahasan, berisikan tentang “Perkembangan Individu”.

BAB III : Penutup yang terdiri dari kesimpulan.


BAB II

PEMBAHASAN

PERKEMBANGAN INDIVIDU

A. Apakah Perkembangan Itu ?

Ada beberapa pendapat menurut para ahli mengenai “Apakah Perkembangan Itu ?”, namun betapapun berbeda dan bermacam-macam pendapat itu, tapi tetap mengakui bahwa perkembangan itu adalah suatu perubahan-perubahan kearah yang lebih maju, lebih dewasa. Secara tekhnis perubahan tersebut biasanya disebut proses. Jadi, garis besarnya para ahli sependapat, bbahwa perkembangan adalah suatu proses. Akan tetapi jika kita lanjutkan dengan mempersoalkan proses apa, maka disini kita dapatkan lagi bermacam-macam jawaban, yang pokoknya berpangkal kepada pendirian masing-masing ahli. Pendapat yang bermacam-macam ini pada pokoknya dapat kita golongkan menjadi tiga golongan, yaitu :

1. Konsepsi para ahli yang mengikuti aliran asosiasi,

2. Konsepsi-konsepsi para ahli yang mengikuti aliran Gestalt dan Neo-Gestalt, dan

3. Konsepsi-konsepsi para ahli yang mengikuti aliran social logisme.

1. Aliran Asosiasi

Para ahli mengikuti aliran asosiasi berpendapat bahwa pada hakekatnya perkembangan itu adalah proses asosiasi. Bagi para ahli yang mengikuti aliran ini yang primer adalah bagian-bagian, bagian-bagian ada lebih dulu, sedangkan keseluruhan ada lebih kemudian. Bagian-bagian itu terikat satu sama lain menjadi suatu keseluruhan oleh asosiasi.

Salah seorang tokoh aliran asosiasi ini yang terkenal adalah John Locke. John Locke berpendapat bahwa pada permulaannya jiwa anak itu adalah bersih semisal selembar kertas putih, yang kemudian sedikit demi sedikit terisi oleh pengalaman atau empiri. Dalam hal ini Locke membedakan adanya dua macam pengalaman, yaitu :

a. Pengalaman luar, yaitu pengalaman yang diperoleh dengan melalui panca indera, yang menimbulkan panca “”sensations”, dan

b. Pengalaman dalam, yaitu pengalaman mengenai keadaan dan kegiatan batin sendiri, yang menimbulkan “reflexions”.

Kedua macam kesan itu, yaitu sensations dan reflexions merupakan pengertian yang sederhana (simple ideas), yang kemudian dengan asosiasi membentuk pengertian yang kompleks (complex ideas).

Aliran asosiasi tersebut mungkin sekarang tinggal ada dalam sejarah ; akan tetapi pengaruhnya dalam lapangan pendidikan dan pengajaran belum ditinggalkan orang. Malah metode dalam aliran asosiasi ini masih adamyang mengikutinya.

2. Psikologi Gestalt

Bagi para ahli yang mengikuti aliran Gestalt, perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi itu yang primer adalah keseluruhan, sedangkan bagian-bagian adalah sekunder ; bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian daripada keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain ; keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul ole bagian-bagiannya. Kalau kita ketemu dengan seorang teman misalnya, dari kejauhan yang kita saksikan terlebih dahulu bukanlah bajunya yang baru atau pulpennya yang bagus atau dahinya yang terluka, melainkan justru teman kita itu sebagai keseluruhan, sebagai Gestalt ; baru kemudian menyusul kita saksikan adanya hal-hal khusus tertentu seperti misalnya bajunya yang baru, pulpen yang bagus, dahinya yang terluka, dan sebagainya.

Misalnya si Jatmiko (anak penulis yang berumur dua tahun) menyebut semua mobil dengan nama “memo” (bemo) ; baru kemudian dia mengetahui bahwa mobil itu ada yang namanya bemo, jeep, truck, sedan, dan sebagainya.

Juga pengenalan anak terhadap dunia luar merupakan proses diferensiasi. Mula-mula anak merasa satu dengan dunia sekitarnya, baru kemudian ada diferensiasi : dia merasa (mengetahui) dirinnya sebagai sesuatu yang berbeda dari dunia sekitarnya. Lebih jauh dia dapat membedakan bahwa dunia sekitarnya itu terdiri dari manusia dan bukan manusia, dan selanjutnya manusia-manusia itu berbagai-bagai pula, ada ibu dan bukan ibu ; dan yang bukan iu itu ada yang namanya ayah, kakak, nenek, paman, mbok Yem, dan sebagainya.

Selanjutnya aliran Neo-Gestalt , yang bentuk nyatanya salah satu adalah aliran psikologi Medan (yang dirintis oleh Kurt Lewin) terhadap proses diferensiasi itu masih menambahkan lagi proses stratifikasi. Struktur pribadi digambarkan sebagai terdiri dari lapisan-lapisan (strata) ; lapisan-lapisan itu makin lama makin bertambah. Anak kecil kehidupan psikisnya mula-mula hanya terdiri dari satu lapis ; apa yang dinampakkan keluar itu pulalah adanya di dalam ; tidak ada yang disembunyikan. Karena itulah anak kecil tidak akan berdusta dengan sengaja, jika sekiranya dia berdusta, maka itu adalah dusta khayal. Makin nertambah dewasa dia, maka lapisan-lapisan makin terbentuk dan bertambah.

Banyak ahli psikologi mempertentangkan aliran asosiasi dan aliran psikologi Gestalt itu sebagai psikologi lama bertentangan dengan psikologi modern. Pada waktu ini konsepsi psikologi Gestalt dan Neo-Gestalt itu diterima oleh sebagian besar para ahli, walaupun dengan variasi yang sedikit berbeda-beda antara yang satu dari yang lain.

3. Aliran Sosiologis

Para ahli mengikuti aliran sosiologis menganggap bahwa perkembangan adalah proses sosialisasi. Anak manusia mula-mula bersifat a-sosial (barangkali untuk tepatnya dapat disebut pra-sosial) yang kemudian dalam perkembangannya sedikit demi sedikit disosialisasikan. Salah seorang ahli yang mempunyai konsepsi demikian itu yang cukup terkenal dan besar pengaruhnya adalah James Mark Baldwin (1864-1934). Baldwin adalah seorang ahli dalam lapangan biologi, sosiologi, psikologi dan filsafat. Karya utamanya dalam lapangan psikologi perkembangan adalah : “Mental Development in the Child and the Race”. (1895).

Dengan berpangkal kepada kesejajaran antara ontogenesis dan philogenesis Baldwin menerankan perkembangan sebgai proses sosialisasi dalam bentuk intuisi yang berlangsung dengan adaptasi dan seleksi. Adaptasi dan seleksi ini berlangsung atas dasar hokum evek (law of effect).

Juga tingkah laku pribadi diteraangkan sebagai imitasi. Kebiasaan adalah imitasi terhadap diri sendiri, sedangkan adaptasi adalah peniruan terhadap orang lain. Oleh efeknya sendiri tingkah laku atau aktivitas dapat dibangun atau dipertahankan ; oleh efeknya sendiri itu aktivitas mendapatkan faedah atau prestasi yang lebih tinngi. Dalam hal yang demikian inilah terkandung daya kreasi, sehingga manusia mampu menemukan dan menggunakan alat-alt ; menemukan dan menggunakan alat-alat ini timbul daripada peniruan diri sendiri.

Selanjutnya Baldwin berpendapat, bahwa setidak-tidaknya ada dua macam peniruan, yaitu :

(a) Nondeliberate imitation, dan

(b) Deliberate imitation.

Nondeliberate imitation misalnya terjadi kalau anak meniru gerakan-gerakan, sikap orang dewasa. Deliberate imitation terjadi misalnya kalau anak-anak bermain “peranan social”, yaitu misalnya menjadi ibu, penjual kacang, menjadi kondektur, menjadi penumpang kereta api, dan sebagainya.

Proses peniruan ini terjadi pada tiga taraf, yaitu :

a. Taraf yang pertama yang disebut taraf priyektif (projective stage) ; pada taraf ini anak mendapatkan kesan mengenai model (obyek) yang ditiru.

b. Taraf yang kedua disebutnya taraf subyektif (subjective stage) ; pada taraf ini anak cenderung untuk meniru gerakan-gerakan, atau sikap model atau obyeknya.

c. Taraf ketiga disebut taraf eyektif (ejektive stage) ; pada taraf ini anak telah menguasai hal yang ditirunya itu ; dia dapat mengerti bagaimana orang merasa, berangan-angan, berfikir, dan sebagainya.

Banyak ahli-ahli yang terpengaruh oleh pendapat Baldwin tersebut, antara lain : Stern, Bechterev, Koffka.

Walaupun agak berbeda variasi, teori yang banyak dimasukkan dalam kelompok. Konsepsi adalah teori Freudian. Ahli-ahli yang mengikuti aliran ini beranggapan bahwa perkembangan indvidu melalui proses internalisasi. Proses internalisasi ini berlangsung dengan identifikasi (yang mirip dengan imitasi). Dan tujuan imitasi (identifikasi) ini tidak lain ialah penyesuaian tingkah laku dan perbuatan anak dengan norma-norma social, jadi proses sosialisasi.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan

Persoalan mengenai factor-faktor yang mempengeruhi perkembangan itu terdapat bermacam-macam pendapat, namun pokoknya dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan :

(1) Pendapat ahli-ahli yang mengikuti aliran Nativisme,

(2) Pendapat ahli-ahli yang mengikuti aliran Empirisme, dan

(3) Pendapat ahli-ahli yang mengikuti aliran Konvergensi.

1. Nativisme

Para ahli yang mengikuti aliran Nativisme berpendapat, bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh factor-faktor yang dibawa sejak lahir (natus artinya lahir), jadi perkembangan individu itu semata-mata tergantung kepada dasar. Tokoh utama aliran ini ialah Schopenhauer, dalam artinya yang terbatas juga dapat kita masukkan dalam golongan ini Plato, Descartes, Lombroso dan pengikut-pengikutnya yang lain. Para ahli yang mengikuti pendirian ini mempertahankan kebenaran konsepsi ini dengan menunjukkan berbagai kesamaan atau kemiripan antara orang tua dengan anak-anaknya. Misalnya kalau ayahnya ahli music maka kemungkinannya adalah besar bahwa anaknya juga akan menjadi ahli music ; kalau ayahnya serang pelukis, maka naknya juga akan menjadi pelukis kalau ayahnya seorang ahli fisika, maka anknya ternyata juga menjadi ahli fisika, dan sebagainya. Pokoknya keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki orang tua juga dimiliki oleh anaknya. Memang benar kenyataan menunjukkan adanya kesamaan atau kemiripan yang besar antara orang tua dengan anak-anaknya. Akan tetapi pantaslah diragukan pula, apakh kesamaan yang ada antara orang tua dengan anaknya itu benar-benar dasar yang dibawa sejak lahir. Sebab, jika sekiranya anak seorang ahli music juga menjadi ahli music, apakah hal itu benar-benar berakar pada keturunan atau dasar ? apakah tidak mungkin karena adanya fasilitas-fasilitas untuk dapat maju dalam bidang seni music maka dia lalu menjadi seorang ahli music (misalnya adanya alat-alat music, buku-buku music, dan sebagainya maka anak si ahli music itu lalu juga menjadi ahli music ?).

Jika dipandang dari segi ilmu pendidikan tidak dapat dibenarkan. Sebab bertentangan dengan kenyataan yang kita hadapi, karena kadang orang tua adalah orang yang apat dikatakan ustadz, tetapi kadang anaknya brutal. Jadi, konsepsi natifisme itu tidak dapat dipertahankan.

2. Empirisme

Para ahli yang mengikuti pendirian Empirisme mempunyai pendapat yang langsung bertentangan dengan pendapat aliran Nativisme. Kalau pengkut-pengikut aliran Nativisme berpendapat bahwa perkembangan itu semata-mata tergantung pada factor dasar, maka pengikut-pengikut aliran Empirisme berpendapat bahwa perkembangan itu semata-mata tergantung kepada factor lingkungan, sedangkan dasar tidak memainkan peranan sama sekali. Tokoh utama daripada aliran ini ialah John Locke, yang pendapatnya telah diuraikan di muka. Selanjutnya aliran ini sangat besar pengaruhnya di Amerika Serikat, di mana banyak para ahli yang walaupun tidak secara eksplisit menolak peranan dasar itu, namun karena dasar itu sukar ditentukan, maka praktis yang dibicarakan hanyalah lingkungan, dan sebagai konsekuensinya juga hanya lingkunganlah yang masuk percaturan. Faham Environmentalisme yang banyak pengikutnya di Amerika Serikat itu pada hakekatnya adalah kelanjutan daripada aliran Empirisme ini.

Apakah aliran Empirisme juga tahan uji ? tapi ternyata “tidak”. Kenyataan yang kita jumpai menunjukkan hal yang berbeda daripada yang kita gambarkan itu. Banyak anak-anak orang kaya atau orang yang pandai mengecewakan orang tuanya karena kurang berhasil di dalam belajar, walaupun fasilitas-fasilitas bagi mereka itu sangat luas ; sebaliknya banyak juga kita jumpai anak orang0orang yang kurang mampu sangat berhasil dalam belajar, walaupun fasilitas-fassilitas yang mereka perlukan sangat jauh dari mencukupi. Jadi, aliran Empirisme ini juga tidak tahan uji dan tidak dapat kita pertahankan.

3. Konvergensi

Faham yang dianggap dapat mengatasi keberat-sebelahan itu ialah faham Konvergensi, yang biasanya dianggap dirumuskan secara baik untuk pertama kalinya oleh W. Stern.

Faham konvergensi ini berpendapat, bahwa di dalam perkembangan individu itu baik dasar atau pembawaan maupun lingkungan memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan telah ada pada masing-masing individu ; akan tetapi bakat yang sudah tersedia itu perlu menemukan lingkungan yang sesuai supaya dapat berkembang.

Lavengeld secara fenomologis mencoba menemukan hal-hal apakah yang memungkinkan perkembangan anak itu manjadi orang dewasa, dan dia menemukan hal-hal berikut :

a. Justru karena anak itu adalah makhluk hidup (makhluk biologis) maka dia berkembang.

b. Bahwa anak itu pada waktu masih sangat muda adalah sangat tidak berdaya, dan adalah suatu keniscayaan bahwa dia perlu berkembang menjadi lebih berdaya.

c. Bahwa kecuali kebutuhan-kebutuhan biologis anak memerukan adanya perasaan aman, karena itu perlu adanya pertolongan atau perlindungan dari orang yang mendidik.

d. Bahwa di dalam perkembanganya anak tidak pasif menerima pengaruh dari luar semata-mata, melainkan ia juga aktif mencari dan menemukan.

a. Azas biologis,

b. Azas ketidak-berdayaan,

c. Azas keamana, dan

d. Azas eksplorasi.

C. Bagaimana Sifat-Sifat Anak-Anak Pada Masa-Masa Tertentu

1. Periodesasi –Periodesasi Yang Berdasar Biologis

a. Pendapat Aristoteles

Aristoteles menggambarkan perkembangan anak sejak lahir sampai dewasa itu dalam tiga periode yang lamanya masing-masing tujuh tahun :

· Fase I dari 0 ; 0 sampai 7 ; 0 : masa anak kecil masa bermain ;

· Fase II dari 7 ; 0 sampai 14 ; 0 : masa anak, masa belajar atau masa sekolah rendah;

· Fase III dari 14 ; 0 sampai 21 ; 0 : masa remaja atau pubertas : masa peralihandari anak menjadi orang dewasa.

b. Pendapat Kretschmer

Kretschmer mengemukakan bahwa dari lahir sampai dewasa anak melewati empat fase, yaitu :

· Fase I dari 0 ; 0 sampai kira-kira 3 ; 0 disebut Fullungsperiode I ; pada masa ini anak kelihatan pendek gemuk ;

· Fase II dari kira-kira 3 ; 0 sampai kira-kira 7 ; 0 disebut sterckungsperiode I; pada masa ini kelihatan langsing (jawa : nduduti).

· Fase III dari kira-kira 7 ; 0 disebut Fullungsperiode II ; pada masa ini anak kembali kelihatan pendek gemuk.

· Fase IV dari kira-kira 13 ; 0 sampai kira-kira 20 ; 0 disebut Sterckungsperiode II ; pada masa ini anak kembali kelihatan langsing.

c. Pendapat Sigmund Freud

Adapun fase-fase tersebut adalah :

(1) Fase oral : 0 ; 0 sampai kira-kira 1 ; 0. Pada fase ini mulut merupakan daerah pokok daripada aktifitas dinamis.

(2) Fase anal : kira-kira 1 ; 0 sampai kira-kira 3 ; 0. Pada fase ini dorongan dan tahanan berpusat pada fungsi pembuangan kotoran.

(3) Fase falis : kira-kira 3 ; 0 sampai kira-kira 5 ; 0. Pada fase ini alat-alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting.

(4) Fase latent : kira-kira 5 ; 0 sampai kira-kira 12 ; 0 atau 13 ; 0. Pada fase ini impuls-impuls ceenderung untuk ada dalam keadaan tertekan (mengendap).

(5) Fase pubertas : kira-kira 12 ; 0 atau 13 ; 0 sampai kira-kira 20 ; 0. Pada fase ini impuls-impuls menonjol kembali. Apabila ini dapat disublimasikan dan dipindahkan oleh das Ichd dengan berhasil maka sampailah orang kepada fase kematangan terakhir, yaitu :

(6) Fase genital.

Dalam batas tertentu juga dimasukkan di sini pendapat Montessori dan Ch. Buhler.

d. Pendapat Montessori

Montessori mengemukakan empat periode perkembangan, yaitu :

(1) Periode I ( 0 ; 0 - 7 ; 0 ) adlah periode penangkapan (penerimaan) dan pengaturan dunia luar dengan perantaraan alat indera. Ini adalah rencana motoris dan panca indera yang bersifat keragaan (stoffelijk).

(2) Periode II ( 7 ; 0 – 12 ; 0), adalah periode rencana abstrak. Pada masa ini anak-anak menilai perbuatan manusia atas dasar baik-buruk – dan karenanya – mulai timbul kata hatinya. Pada masa ini anak-anak sangat membutuhkan pendidikan kesusilaan serta butuh memperoleh pengertian bahwa orang lainpun berhak mendapatkan kebutuhannya.

(3) Periode III ( 12 ; 0 – 18 ; 0 ), adalah periode penemuan diri dan kepekaan rasa social. Dalam masa ini kepribadian harus dikembangkan sepenuhnya dan harus sadar akan keharusan-keharusan kenyataan social.

(4) Periode IV ( 18 ; -- ), adalah periode pendidikan tinggi. Dalam hubungan dengan ini perhatian Montessori ditujukan kepada mahasisiwa-mahasiswa perguruan tinggi yang menyediakan diri untuk kepentingan dunia. Mahasisa harus belajar mempertahankan diri terhadap tiap godaan ke arah perbuatan-perbuatan yang terkutuk, dan universitas harus melatih mahasiswa-mahasiswa itu.

e. Pendapat Ch. Buhler

Ch. Buhler mengemukakan lima fase dalam perkembangan anak, yaitu :

(a) Fase I ( 0 ; 0 --- 1 ; 0 ), yaitu fase gerak laku ke dunia luar.

(b) Fase II ( 1 ; 0 --- 4 ; 0), yaitu fase makin luasnya hubungan anak dengan benda-benda di sekitarnya.

(c) Fase III ( 4 ; 0 --- 8; 0 ), yaitu fase hubungan pribadi dengan lingkungan social, serta kesadaran akan kerja, tugas dan prestasi.

(d) Fase IV ( 8 ; 0 --- 13 ; 0 ), yaitu fase memuncaknya minat ke dunia obobyektif, dan kesadaran akan akunya sebagai sesuatu yang berbeda dari aku orang lain.

(e) Fase V ( 13 ; 0 --- 19 ; 0 ), yaitu fase penemuan diri dan kematangan.

2. Periodesasi–Periodesasi Yang Berdasar Didaktis

a. Pendapat Comenicus

(1) Scola maternal (sekolah ibu), untuk anak-anak umur 0 ; 0 – 6 ; 0,

(2) Sekolah vernacular (sekolah bahasa ibu) untuk anak-anak umur 6 ; 0 – 12 ; 0 ;

(3) Scola latina (sekolah latin), untuk anak-anak umur 18 ; 0 – 24 ; 0.

Untuk masing-masing sekolah itu harus diberikan bahan pelajaran ( bahan pendidikan ) yang sesuai dengan perkembangan jiwa anak.

b. Pendapat J.J Rousseau

(1) I 0 ; 0 – 2; 0 adalah masa asuhan ;

(2) II 2 ; 0 – 12 ; 0 adalah masa pendidikan jasmani dan latihan panca indera ;

(3) III 12 ; 0 – 15 ; 0 adalah periode pendidikan akal ;

(4) IV 15 ; 0 – 20 ; 0 adalah periode pembentukan watak dan pendidikan agama.

3. Periodesasi –Periodesasi Yang Berdasar Psikologis

Tokoh utama pendapat yang semata-mata mendasarkan diri kepada keadaan psikologis ini ialah Oswald Kroh.

Oswald Kroh menemukan bahwa anak selama masa perkembangannya mengalami masa-masa kegoncangan ini disebut “ Trotsz periode”. Selama perkembangannya anak dua kali periode itu, yaitu :

(a) Dalam tahun ketiga, kadang-kadang juga pada permulaan tahun ke empat, dan

(b) Pada permulaan masa pubertas ; bagi anak laki-laki pada tahun ke tiga belas.

Jadi dengan demikian lalu kita dapatkan adanya tiga fase perkembangan, yaitu:

a. Dari lahir sampai masa Trotz pertama, yang biasanya disebut masa anak-anak awal ;

b. Dari masa Trotz pertama sampai masa Trotz ke dua, yang biasa disebut masa keserasian bersekolah ; dan

c. Dari masa Trotz kedua sampai akhir remaja, yang biasanya disebut masa kematangan. Umur berapa tepatnya berakhirnya masa remaja ( masa muda ) itu tetapi tidak dapat dikatakan dengan pasti tetapi umumnya dapat diterima sebagai ancar-ancar pada umur 21 ; 0.

Adapun pendapat lain yaitu “Kohnstamm”. Kohnstamm ( 1950 ) mengemukakan periodesasi sebagai berikut :

a. Umur 0 ; 0 sampai kira-kira 2 ; 0 masa vital ;

b. Umur kira-kira 2 ; 0 sampai kira-kira 7 ; 0 masa estetis ;

c. Umur kira-kira 7 ; 0 sampai kira-kira 13 ; 0 atau 14 ; 0 : masa intelektual

d. Umur kira-kira 13 ; 0 atau 14 ; 0 sampai kira-kira 20 ; 0 atau 21 ; 0 masa social.

Nampak di sini terdapat kemiripan dengan periodisasi Aritoteles (biologis) dan Comenius (didaktis).

Disamping itu sejumlah ahli menaruh perhatian juga kepada periode intra-uterin (yaitu periode ketika anak masih di dalam kandungan), masa vital, masa estetis, masa intelektual dan masa keserasian bersekolah, dan masa remaja.

1. Masa Intra-Uterin

Perkembangan pada masa dalam kandunagan ini terutama bersifat pematangan (maturation). Sel-sel tertentu karena dasarnya pada suatu saat (pada saat telah matang) berkembang menjadi organ-organ tertentu. Pematangan itu untuk sebagiann besar adalah berupa diferensiasi. Karena keadaan sel-sel yang mengelilingi berlain-lainan maka diferensiasi sel-sel itu juga menuju ke bentuk yang berbeda-beda. Pada tarf yang lebih lanjut kita dapatkan adanya tiga lapisan pada janin itu : endoderm, mesoderm, dan ectoderm. Lapisan-lapisan ini juga berinteraksi satu sama lain dan terbentuklah organ-organ tertentu.

2. Masa Vital

Kiranya jelas sekali bahwa pada masa vital ini kbutuhan vital (biologis0 merupakan hal yang terpenting. Kebutuhan-kebutuhan biologis itu harus dipenuhi secara layak, supaya anak dapat berkembang secara normal, dapat melakukan eksplorasi secara wajar. Dalam hubungan dengan hal ini, masalah yang banyak dipersoalkan orang adalah : pemberian makan kepada anak dan bootle feeding.

3. Masa Estetis

Biasanya masa estetis ini dianggap sebagai masa berkembangnya rasa keindahan. Anggapan yang demikian itu timbul karena nama masa estetis itu (estetis = indah).

Sebenarnya kata estetis yang dipakai di sini tidak terutama dalam arti yang demikian, akan tetapi dalam arti bahwa pada masa ini perkembangan anak yang terutama ialah fungsi panca inderanya, dan dalm eksplorasinya dia menggunakan panca inderanya pula. Pada masa ini panca indera sedang dalam masa pekanya, karena itu pulalah maka Montessori menciptakan bermacam-macam alat permainan yang dimaksudkan untuk melatih panca indera. Dalam masa inilah tampak munculnya gejala kenakalan yang umumnya terjadi antara umur 3;0 sampai umur 5;0.

4. Masa Intelektual dan Masa Keserasian Bersekolah

(1) Kematangan untuk masuk sekolah dasar sebenarnya primer harus tidak didasarkan kepada umur kronologis, akan tetapi harus didasarkan kepada kematangan rohani. Hanya saja karena kematangan itu sering kali sangat bersamaan dengan umur kronologis tertentu (6;0 atau 7;0), maka untuk mudahnya orang dapat berpedoman kepada umur kronologis.

(2) Penelitian mengenai sikap anak terhadap angka rapor menunjukkan, bahwa dalam memberikan nilai (score) di samping memperhatikan syarat-syarat evaluasi kita harus mengigat sikap anak terhadap nilai tersebut serta pengaruhnya (effectnya). Harus pula hal ini kita pertimbangkan dari sudut psikologis.

(3) Penelitian mengenai hadiah dan hukuman menunjukkan bahwa kita tidak dapat mengnharapkan terlalu banyak dari alat siasat ini, dan pula harus menggunakannya dengan penuh kebijaksanaan.

(4) Kenakaln anak-anak yang timbul pada masa pueral tidak harus kita tekan, melainkan harus kita salurkan dalam bentuk aktivitas-aktivitas yang dipandang dari segi pendidikan adalah baik, seperti misalnya :

· Berkemah,

· Permainan bersama,

· Kepramukaan,

· Kerja bakti,

· Dan sebagainya.

(5) Pada masa pueral ini murid-murid menghendaki guru yang adil, tegas, “calm”, “zakelijk”, yang nyata mempunyai kelebihan dari murid-muridnya, sehingga memang pantas untuk ditiru. Kalau sikap tegas itu sekiranya dilaksanakan oleh guru yang prestasinya rendah, mungkin akan diterima oleh murid-muridnya sebagai “main kuasa” dan ini dapat menimbulkan sikap melawan.

5. Masa Remaja

Dipandang dari segi pendidikan masa negative adalah masa yang sukar, karena :

(a) Dapat meninggalkan dunia serta pedoman-pedoman yang lama, sedangkan belum mendapatkan pedoman-pedoman baru akan menyebabkan anak mudah kena pengaruh yang tidak baik ;

(b) Dengan sikap sosialnya yang negative, maka si remaja itu sukar didekati.

Karena keadaan yang demikian itu, maka sementara orang berpendapat, bahwa apa yang perlu dikerjakan oleh pendidik adalah hanya menjaga jangan sampai anak-anak itu kena pengaruh-pengaruh buruk atau melakukan perbuatan yang merugikan dirinya. Pada hemat penulis pendirian yang demikian itu tidak tepat, karena :

(a) Pendirian itu berarti menganut faham paedagogis-pesimisme ; tak percaya bahwa pendidik mampu memberikan bimbingan kepada anak-anak yang mengalami fase ini.

(b) Pendirian itu juga tidak memenuhi kebutuhan psikologis anak, karena sebenarnya mereka butuh ada orang yang dapat membantu mengatasi kesukaran-kesukaran mereka.


BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Perkembangan adalah suatu perubahan kearah yang lebih maju, lebih dewasa. Sedangkan perkembangan individu adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada satu makhluk hidup (manusia) kearah yang lebih dewasa.

Sebagai penduduk yang baik sebaiknya memperhatikan jiwa individu yang akan diajar.


DAFTAR PUSTAKA

Suryabrata, Sumadi. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta : CV Rajawali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar